Jauh hari
sebelum Asian games 2018 secara resmi dimulai pada 18.08.18, pembicaraan soal
pesta olahraga yang diikuti oleh 45 negara ini sangat ramai dan menjadi primadona
terutama dikalangan generasi Melenial. Sampai saat Tulisan ini di buat, Serba
serbi Asian games masih menjadi trending topic di berbagai medial baik Luring
atau Daring. Apalagi keberhasilan Atlet kita yg sudah melebihi dari target pemerintah
untuk masuk 10 besar dan minimal 16 medali emas telah terlaksana bahkan menjadi
30 Emas, 23 perak, 37 perunggu (per/31/8/2018) dan Masuk 4 besar. Mengenai hal
bagaimana Asian games benar benar menyatukan nasionalisme dan persaudaraan sebangsa
sudah banya tulisan dibuat soal itu baik yg cetak atau elektronik.
Sebenarnya saya
ingin menulis soal Asian games ini sejak lama, ya sebelum pesta olahraga 4 tahunan
terbesar se asia ini di mulai. Sebelum Pembukaan yg super meriah dan menakjubkan
itu dimulai, yang panggungnya pakek gunung,
yg presiden tuan rumahnya hadir ke acara jumping pakek moge itu. Yang
rame setelah pembukaan soal itu beneran apa pakek stuntman. Hahaha !!!
excited stage at opening ceremony asian games 2018 |
Hari ini
(31/09/2018) saat saya melaksanakan sholat jumat di masjid Nasional Al akbar
surabaya, Tema Khotbahnya menarik, “Sportivitas
dan Spiritualitas Olahraga; Refleksi Asian Games” oleh Dr. H. Khoirul Anwar.
M.Ag. Dua kata terakhir pada tema tersebut mengingatkan Saya pada Niat saya yg
tidak terlaksana dan entah kenapa saya merasa harus meneruskan Niat usang itu,
ya niat nulis soal Asian Games, padahal sudah ngumpulin data ini itu juga. Tapi
konten tulisannya beda jauh, karena niat saya yang dulu sudah tidak pas lagi
ditulis sekarang alias sudah kadaluarsa, hohoho !!!
Kembali ke
materi Khotbah, Saya merasa campur campur saat Tema Khotbah tadi dibacakan oleh
Humas Masjid Al akbar. Ya merasa aneh, merasa ganjil, merasa senang, merasa
bangga dan merasa semuanya. Asian Games masuk Masjid gigigi J.
Dalam permainan
olahraga, ada 4 hal yang dapat kita jadikan pelajaran sebagai hikmah kehidapan;
Pertama,
dalam
setiap pertandingan olahraga, ada aturan yang melarang terjadinya kekerasan,
baik antar pemain/atlet, panitia, atau seporter. Siapapun yang melaggar aturan
tersebut akan mendapat sanksi yang berat, bisa berupa denda, didiskualifikasi
atau bahkan akan dilarang bertanding selamanya. Begitupan dalam ajaran Islam,
allah melarang kita untuk melakukan kekersan antar sesama terutama kepada
mereka yang lemah. Bahkan saat dalam
perang sekalipun Kita dilarang menyiksa apalagi sampai membunuh musuh yang
telah menyerah. Semua ada batasan dan aturan sesuai porsinya, Jika perlombaan
Ada aturan yg harus dilaksanakan, begitupun dalam hidup. Ada batasan batasan
dimana kita boleh dan tida melakukannya.
Kedua, Keadilan, dalam setiap pertandingan
olahraga harus berdasarkan keadilan. Guna menjaga agar pertandingan berjalan
dengan benar dan adil, maka diperlukan seorang juru/wasit. Seorang juri/wasit
pertandingan harus berlaku adil. Dalam penyelenggaraan Piala dunia Sepak bola
kemarin, Pihak menyelenggara (FIFA) bahkan sampai harus menggunakan Teknologi
VAR (Video Assistance Refree) agar setiap pertandingan berjalan seadil adilnya.
Konsep keadilan ini harus juga diterapkan dalam kehidupan manusia. Dalam
berinteraksi sosial, dalam bermasyarakat dan terutama dalam kehidupan umat
beragama. kita dilarang keras melakukan kecurangan sekecil apapun dalam hidup,
karena itu pasti merugikan orang lain. Anda yang masuk sekolah favorit karena
curang, anda telah mengambil hak orang lain, anda yg jadi Birokrat, Akademisi,
Polotisi atau pembisnis suskes tapi dengan cara tidak adil, maka anda secara
tidak langsung telah mengambil apa yg seharusnya menjadi hak orang lain.
Dalam Ayatnya
Allah berfirman “Janganlah kebencianmu pada suatu kaum membuatmu berlaku tidak
adil, berbuat adillah karena itu mendekatkan kalian pada taqwa”. (QS. Al-maidah: 8)
Tiga,
hal
yang dapat kita jadikan refleksi pelajaran, bahwa dalam pertandingan apapun
dalam olahraga pasti ada Batasan waktunya, dalam sepak bola, 45 menit x 2, jika
skor sama diperpanjang 15 menit x 2, jika masih sama ada adu pinalty, sampai
ada pemenang dan yang kalah. Terkadang team yg dari awal kalah bermain imbang
di akhir waktu dan menang adu pinalty. Begitupun juga dalam hidup, Tak ada
kehidupan yang abadi, semua ada waktunya. Akan ada waktu kita di atas (sukses)
juga akan ada waktu dimana kita harus dibawah (gagal). Merekan yg gagal di awal
jangan sampai anda cemooh, karena bisa jadi dia akan berjaya di akhir
pertandingan hidup. Atau mereka yg sukses dan berjaya saat masih muda, jangan
terlalu di agungkan, karena bisa jadi mereka akan gagal dan jatuh saat
menjelang akhir pertandingan. Jalan hidup tidak ada yang tahu kecuali Allah,
kita hanya berusaha bermain memenangkan setiap pertandangin, hasil akhir kita
pasrahkan kepada yg maha esa. Apakah nanti kita akan memenangkan permainan
hidup dan layak mendapat medali dikemudian hari, manusia hanya berusaha Allah
lah yang menenutukan semuanya.
Firman Allah:
“sesungguhnya hidup didunia hanyalah permainan dan senda gurau saja” (QS. Al an’an:
32)
“setiap
yang bernyawa pasti akan menjumpai kematian” (QS. Al imron: 185)
Empat,
bahwa olahraga mampu menyatukan perbedaan saya rasa hampir semua orang sepakat.
Perbedaan agama, suku, ras, golongan bahkan sampai perbedaan politik yg saat
ini sedang anget angetnya terasa hilang ditelan euforia Asian games. Moment
saat 2 tokoh nasional yang akan bertarung memperebutkan kursi RI 1 saling
berpelukan dibalut bendera merah putih adalah peristiwa paling membahagiakan
rakyat indonesia. Semangat nasionalisme dan persatuan dalam olahraga itu harus
bisa kita tampilkan dalam kehidupan nyata. Islam mengajarkan kita agar menjaga
persatuan dan persaudaraan antar sesama manusia.
foto Jokowi dan Prabowo berpelukan |
Firman Allah “Berpegang
teguhlah kalian kepada (Agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai” (QS. Al
imron: 103)
Jika olahraga Asian games merupakan ajang untuk memperebutkan medali emas, maka olahraga kehidupan harus kita jadikan ajang meraih nikmat keabadian bersama Tuhan.
Salam
Sportivitas Menuju Spritualitas.
*Tulisan ini
saya sadur dari materi Khotbah Jumat pada 31/08/2018 oleh Dr. H. Khoirul Anwar
M.Ag di Masjid Nasional Al akbar surabaya, sebagian besar ada perubahan dan
tambahan dari saya sendiri.