Tampilkan postingan dengan label ki hajar dewantara. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ki hajar dewantara. Tampilkan semua postingan

Selasa, 09 Mei 2017

Pendidikan Indonesia: Enam Sistem Pendidikan Nasional

Pendidikan Indonesia: Enam Sistem Pendidikan Nasional

Pendidikan Indonesia: Enam Sistem Pendidikan Nasional



Menyambut hari pendidikan nasional yang jatuh pada tanggal 2 mei kemarin berikut saya sajikan sedikit ulasan tentang system pendidikan nasional kita. Semoga bermamfaat.
PROLOG
Sebelum membahas lebih jauh tentang system pendidikan, berikut kutipan yang pernah di gaungkan oleh pahlawan yang juga bapak lahirnya kebebasan (aparthied) afrika selatan :

Education is the most powerful weapon which you can use to change the world (Nelson Mandela).

Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan “pe” dan akhiran “an”, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa, definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. http://kbbi.web.id/didik.
Menurut Ki Hajar Dewantara[1], menteri pendidikan pertama indonesia yang juga Tokoh abadi Pendidikan Indonesia, merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut:
Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak); dalam Taman Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik, selaras dengan dunianya.
Dari pendapat Ki Hajar ini dapat ditarik benang merah bahwa ada dua element penting yang harus dipahami bersama untuk mewujudkan pendidikan bangsa yang baik sesuai dengan local wisdom nusantara. Yaitu pendidikan pekerti dan pikiran. Dengan visi pendidikan seperti ini generasi penerus bangsa tidak hanya pintar dalam intelektual saja tapi juga memiliki prilaku yang baik. Sebagaiamana realita bangsa saat ini, disamping kesenjangan pendidikan yang tinggi faktor amoral generasi juga menjadi penyumbang utama tersendatnya kemajuan bangsa. Korupsi, kolusi, jual beli jabatan seringkali terjadi. Hal ini terjadi tentu karena kurangnya pendidikan pekerti, mereka hanya mengejar kecerdasan intelektual saja, tanpa diimbangi pelajaran sosial yang baik. Sehingga saat memiliki jabatan cendrung memikirikan dirinya/kelompoknya sendiri.
UUD 1945 menegaskan hanya ada satu sistem pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Satu sistem pendidikan nasional diperlukan agar bangsa Indonesia yang amat majemuk itu dapat terus mengembangkan persatuan kebangsaan yang menghormati kemajemukan dan kesetaraan sesuai dengan sasanti “bhinneka tunggal ika.” Termasuk dalam lingkup sistem pendidikan nasional adalah Perguruan Tinggi.
Pendidikan menjadi hal atama dan pertama yang harus dbenahi oleh siapapun yang ingin mencapai kesuksesan, sukses duania ataupun akherat. Sebagaiamana dipahami bersama bahwa banyak negara maju di dunia dikarenakan faktor pendidikan, seperti; Ameraka, Rusia, China, Inggris, Japan dapat berkembang sedemikian pesatya karena IPM rakyatnya yang baik yg mana ditentukan oleh proses Pendidikan.
Human Development Indeks (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indikator yang digunakan oleh PBB untuk mengukur laju pembangunan di sebuah wilayah. Di indonesia IPM pembangunannya masih di bawah Sehingga wajar jika Indonesia saat ini masih tergolong negera berkembang. Berikut daftar IPM indonesia dalam urutan negara asian
pada tahun 2013 IPM kita telah berada pada angka 68,4 dan menjadikan negara kita berada pada peringkat 108 dari 187 negara. Sedangkan di kawasan Asia Tenggara kita menempati posisi ke- lima dari 10 negara, berada di bawah Singapura, Brunei, Malaysia dan Thailand. Sebagai perbandingan IPM Singapuran 90,1 menjadikannya peringkat 9 dunia, IPM Brunei 85,2 menjadikannya peringkat 30 dunia dan IPM Malaysia 77,3 menjadikannya peringkat 62 dunia. Negara ASEAN yang IPM-nya paling bontot adalah Myanmar dengan IPM 52,4 dan menjadikannya peringkat 150 dunia. Pada pengukuran tahun 2007 IPM Indonesia berada pada angka 73,4. (http://www.kompasiana.com)
dari data tersebut dapat dipahami bahwa kualitas hidup rakyat indonesia, yang ditandai oleh tiga faktor sebagai acuan IPM: yaitu kesehatan, pendidikan, dan pendapatan masih di jauh dibawah singapura, bahkan kita kalah dengan malaysia walaupun lebih awal kita merih kemerdekaan, bahkan diawal kemerdekaannya malaysia sempat menggunakan tenaga pendidikan indonesia, tapi saat ini faktanya terbalik. IPM kita kalah auh dari negeri upin ipin tersebut. Hal ini karena masih banyaknya rakyat indonesia yang tidak mendapat akses pendidikan, padahal, sebagaiamana dijelaskan di atas bahwa pendidikan menjadi mesin utama dalam pembangunan dan kemajuan suatu bangsa.

PEMBAHASAN
1.      Dasar Hukum Pendidikan.
Negara telah mengatur Hak setiap Warga Negara Indonesia untuk mendapat pendidikan sebagai sarana dalam meningkatkan kualitas hidupnya yaitu pada UUD pertama, Pasal 31 ayat 1 UUD 1945 – Hak warga negara untuk mendapatkan pendidikan. Tanpa kecuali, setiap warga negara berhak atas pendidikan dan pengembangan ilmu dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Kedua, Pasal 31 ayat 2 UUD 1945 – Kewajiban warga negara dalam mengikuti pendidikan dasar. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar yang sepenuhnya dibiayai oleh negara.
Dengan demikian, hak untuk mendapatkan pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 BAB XA tentang Hak Asasi Manusia. Selain itu, hak untuk mendapatkan pendidikan juga menjadi salah satu hak dasar warga negara (citizen’s right) pada BAB XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan dalam UUD 1945 setelah amandemen. Pasal 28C ayat (1) menyatakan:
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
Selanjutnya, Pasal 31 ayat (3) menegaskan:
“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
Akses kepada pendidikan tersebut dituangkan di dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), menyatakan: 
1.      Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
2.      Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
3.      Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
4.      Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
5.      Setiap warga Negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatan pendidikan sepanjang hayat.

2.      Sistem Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang.
Berikut beberapa point penting yang menjadi landasan utama dalam sistem pendidikan nasional indonesia guna mewujudkan pendidikan yang susuai amanat undang undang dasar dan cita-cita pendiri bangsa.
a.      Konsistensi politik
Sejak kemerdekaan, Indonesia memiliki pasal 31 UUD yang mewajibkan pemerintahan untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional (ayat 3). Negara harus memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang kurangnya 20 % (ayat 4). Dan, Pemerintah harus memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradapan kesejahteraan umat manusia (ayat 5). Ketentuan dalam UUD tersebut kemudian ditindaklanjuti dalam bentuk Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan hasil dari konsensus politik.
Henry M. Levin (1976) menyatakan bahwa setidaknya ada 5 pengaruh pengaruh politik terhadap pendidikan yaitu:
(1) politik berpengaruh pada aktivitas pendidikan dalam penciptaan nilai-nilai dan harapan-harapan warga negara seperti apa yang dibutuhkan oleh negara,
(2) politik berpengaruh pada anggaran pendidikan,
(3) politik berpengaruh terhadap sumberdaya pendidikan seperti gaji guru, sarana prasarana penunjang kegiatan belajar, dan pelatihan guru,
4) politik berpengaruh pada sistem persekolahan seperti struktur sekolah, sistem penghargaan terhadap guru, dan sistem penerimaan siswa,
(5) politik berpengaruh pada mutu lulusan yang dilihat dari bagaimana lulusan pendidikan berperilaku politik, berperilaku budaya, berperilaku ekonomi dan berperilaku sosial.
Berdasarkan analisis Levin diatas dapat tarik benang merah bahwa kemajuan pendidikan juga tergantung kebijakan politik (policy) yang mana unsur ini dalam tataran bangsa indonesia dikenal dengan istilah trias politika yaitu eksekutif, legislatif, dan atau yudikatif. Harmonisasi antara tiga sektor policy tersebut sangat diperlukan guna mengatur suatu system yang baik dan susuai local wisdiom dan tuntutan bangsa. 
Contoh negara-negara kebangsaan yang berhasil membangun bangsa dan peradabanya melalui pendidikan antara lain Amerika, Jerman, Belanda, dan seluruh negara Skandinavia. Atas dasar persepsi sekolah sebagai lembaga pendidikan yang melahirkan manusia yang berkualitas, mengapa Senator John F. Kennedy (1957) dan para Gubernur di Amerika Serikat memandang bahwa keberhasilan Amerika Serikat dalam persaingan global ditentukan oleh kualitas pembelajaran di sekolah. Atau tiongkok (RRC) yang kini menjadi poros kekeuatan ekonomi terbesar didunia, siapa yang dapat mengira negeri bambu yang doloe hanya negara berkembang dengan berbagai problem sosial (moral, ketimpangan, dan kekerasan), kini menjadi main aktor dalam kemajuan dunia. Hal ini tidak lepas dari faktor penataan system (kebjakan) pendidikan yang meraka lakukan.
Oleh karena itu, sejak sebelum merdeka, para founding father bangsa ini sudah menyadari, jika Indonesia merdeka maka tidak ada jalan lain untuk mewujudkan cita-cita menjadi Negara Kebangsaan yang maju (cerdas kehidupanya), demokratis dan berkesejahteraan sosial, bermartabat dalam pergaulan
internasional, maka para founding father sudah terilhami oleh Thomas Jefferson, Abraham Lincoln, Otto Von Bismarck dan Meiji yang berpegang pada paradigma “Build Nation Build Schools” sebagaimana tertuang dalam pasal 31 UUD 1945.

b.      Pendanaan Pendidikan.
Anggaran pendidikan yang berjumalh 20% dari total APBN indonesia harusnya diaplikasikan dengan baik dan tepat sasaran. Tidak hanya dijadikan kua empuk untuk kepentingan kelompok saja. Jika hak ini terjadi maka 20% yang seharusnya menjadi hak rakyat untuk akses pendidikan tersebut hanya menjadi berlian dalam kaca, hanya dipandang tak dapat di sentuh apalagi dirasakan.
Dalam study penggunaan anggaran termasuk anggran pendidikan kita mengenal istilah anggaran langsung dan anggran tidak langsung. dalam realisasi anggaran pendidikan, jumlah 20% dari total ABPN berapa persen yang jadi anggaran langsung atau anggaran yang benar-benar menyentuh dan sampai kepada siswa (bantuan buku, seragam, spp, operasional sekolah dll) ketimbang anggaran tidak langsung (rapat, perjalanan dinas, pelatihan, dll) yang cendrung menghangburkan uang.
Ketidakonsistenan pendanaan juga menyebabkan pengembangan sekolah dan mutu lulusan menjadi rendah. akibatnya posisi Indonesia dalam kancah persaingan global terpuruk. berdasarkan Global Competitiveness Indeks tahun 2008 menurut sumber Bank Dunia 2009, Indonesia berada di peringkat 54 dari 134 negara. Posisi ini masih di bawah lima negara ASEAN yang disebut di atas. Menurut The 2006 Global Economic Forum on Global Competitiveness Index (GCI) yang di-relese WEF tersebut, daya saing global Indonesia berada pada posisi yang terpuruk. Untuk wilayah Asia, macan asia Taiwan dan Singapore menempati urutan ke-5 dan 6. Sementara Jepang, rangking ke-12. China dan India rangking 49 dan 50. Pada periode yang sama, kualitas sistem pendidikan Indonesia juga berada pada peringkat 23. Di mata WEF, Indonesia disejajarkan dengan Gambia, masuk dalam kategori Negara low-income countries padahal jika ditelisik dari dari komponen dan sejarah perjalanan (kemerdekaan). Saat Indonesia sudah hampir 72 tahun merdeka, artinya sudah lebih setengah abad bangsa ini menjelankan misi pembangunannya secara mandiri.belum lagi SDM dan SDA kita juga tidak jauh beda bahkan lebih baik dari beberapa negara tersebut. Tapi kenapa daya saing global kita masih jauh, bahka terpuruk ? hal ini karena penguasa bangsa ini tidak benar benar memperjuangkan (dana) dengan baik.
Berdasarkan PDB, Jika dibandingkan dengan negara lain Pendanaan pendidikan Indonesia terhitung paling rendah. Negara Uni Eropa dana pendidikanya 5% PDB (Produk Domestik Bruto), Belanda 7% PDB, Malaysia 5,2% PDB, Vietnam 2,8% PDB, Filipina 3,4% PDB, Thailand 5% PDB, Korea Selatan 5,3% PDB, Jepang 7% PDB, dan Indonesia hanya 1,4% PDB.
Ini artinya pemerintah Indonesia tidak benar-benar peduli pada pendidikan untuk memajukan bangsa. lumrah ditemukan di beberapa kampus di Indonesia dimana guru besarnya (Profesor) tidak bisa melakukan penelitian dan tidak memiliki ruang kerja karena tidak ada dana. juga guru yang merangkap pekerjaan sampingan dirumahya. Bahkan siswa yang harusnya dijamin pendidikannya menjadi liar karena bisa mengakses pendidikan.
Perhatian negara pada bangsanya akan berdampak pada lahirnya loyalitas bangsa itu pada negaranya. dalam kaitan dengan penyelenggaraan pendidikan nasional, hampir seluruh negara Eropa, termasuk beberapa negara asia tenggra (malaysia) pendidikan dari SD sampai Universitas dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah. Karena itu sudah sepatutnya setiap warga negaranya dapat merasakan bahwa mereka dapat menjadi tenaga ahli, teknisi handal, dan lainnya karena dibiayai oleh negara. Belum lagi bicara Penyediaan tenaga didik profesional yang selama ini cendrung terabaikan. Selama ini profesionalitas guru-guru di Indonesia beragam.
Padahal Guru sebagai pengarah, pembimbing dan motivator sesuai dengan tujuan yang diharapkan, sedang murid merupakan bagian yang tak kalah pentingnya untuk mencapai tujuannya melalui aktifitas dan berkomunkasi serta berinteraksi langsung dengan lingkungan sekitar (bi’ah arabiyah) sebagai sumber belajar atas bimbingan dan arahan guru[2]. Jadi gurutidak bisa dipungkiri lagi sebagai subjek pembelajaran sama menempati posisi status yang sangat penting.
c.       Tujuan pendidikan
Dalam hal pencapaian suatu tujuan di perlukan suatu perencanaan dan tindakan nyata untuk dapat mewujudkannya dengan baik, perencanaan dan tindakan nyata ini menjadi ukuran dan landasan seorang dalam mewujudkan apa yang di cita citakan. Begitupun dalam mewujudkan Tujuan pendidikan nasional yang terdapat dari UU pendidikan dapat dirumuskan bahwa pendidikan nasional diharapkan melahirkan manusia yang religius dan bermoral, menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, dan berkepribadian dan bertanggung jawab.
Berangkat dari pemahaman mengenai karakteristik masyarakat modern di era globalisasi, maka yang perlu dihasilkan dari sistem pendidikan nasional adalah manusia yang memiliki kemampuan, nilai dan sikap seperti berikut: (1) manusia yang memiliki kemampuan, nilai, dan sikap yang memungkinkanya berpartisipasi secara aktif dan cerdas dalam proses politik, (2) manusia yang memiliki kemampuan, etos kerja, dan disiplin kerja yang memungkinkannya dapat secara aktif dan produktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ekonomi, (3) manusia yang memiliki kemampuan dan sikap ilmiah untuk dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui kemampuan penelitian dan pengembangan, dan (4) manusia yang memiliki kepribadian yang mantap, berkarakter dan bermoral serta berahklak mulia.
Patrick Slattery dalam bukunya “Curriculum Development In The Postmodernmengenalkan lima konsep pendidikan, yaitu : (1) bahwa pendidikan harus diarahkan untuk perubahan sosial, pemberdayaan komunitas dan membebaskan pikiran, tubuh dan spirit manusia, (2)Jangan mengidolakan atau terikat dengan teori, ideologi atau agama karena tidak ada kebenaran yang mutlak, Jangan berpikir ilmu pengetahuan yang anda miliki sekarang merupakan yang paling benar, hindari berpikir sempit Jangan memaksakan orang lain, termasuk pada anak-anak dengan cara apapun, baik dengan kekuasaan, ancaman, uang, propaganda bahkan dengan pendidikan.  (3) dalam konteks penbelajaran, pengembangan kurikulum, dan penelitian, maka seorang tenaga pendidik atau guru harus menggunakan berbagai kesempatan untuk menghubungkan siswa dengan alam semesta, khususnya agar tercipta keberlangsungan hidup bersama (4) melarang guru melakukan kegiatan pembelajaran dalam keadaan kondisi tertekan.
Berdasarkan pendapat di atas, maka pendidikan di era globalisasi harus menjadi pondasi utama dan tempat bersemainya kebaikan untuk mentransformasi individu dan meperbaharui masyarakat. Oleh sebab itu, guru dan murid harus melakukan kolaborasi sebagai pasangan demi keadilan dan kelangsungan kehidupan. Berdasarkan uruaian tujuan pendidikan di atas, pertanyaan yang bisa diajukan adalah apakah perancang pendidikan nasional sudah secara tepat memilih materi atau bahan pelajaran yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional tersebut? Secara teoritik, Philip Phenix menunjukan beberapa bahan ajar yang harus ada dalam pendidikan yaitu bahan ajar yang bersifat symbolic, empirics, esthetics, synnoetics, ethics, dan synotics.

d.      Pemilihan bahan ajar
Bahan ajar merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan. Melalui bahan ajar guru atau  dosen akan lebih mudah dalam melaksanakan pembelajaran dan mahasiswa akan lebih terbantu dan mudah dalam belajar. Bahan ajar dapat dibuat dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik materi ajar yang akan disajikan.  Bahan ajar disusun  dengan tujuan menyediakan bahan ajar yang sesuai kebutuhan pembelajar, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan  setting  atau lingkungan sosial siswa/ mahasiswa, membantu  pembelajar  dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh, memudahkan guru atau dosen dalam melaksanakan pembelajaran.
 Ada sejumlah manfaat yang dapat diperoleh apabila seorang guru atau dosen mengembangkan bahan ajar sendiri, yakni antara lain;  pertama, diperoleh bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa atau mahasiswa,  kedua, tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk diperoleh, ketiga, bahan ajar menjadi labih kaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi, keempat, menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru atau dosen dalam menulis bahan ajar, kelima, bahan ajar akan mampu membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru/dosen dengan siswa/mahasiswa karena siswa akan merasa lebih percaya kepada guru atau dosennya.
Dengan tersedianya bahan ajar yang bervariasi, maka  pembelajar  akan mendapatkan manfaat yaitu, kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik. pembelajar  akan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru atau dosen.
Beberapa mamfaat penyusunan bahan ajar yang baik antara lain sebagai berikut:
·         Membantu siswa dalam mempelajari sesuatu
·         Menyediakan berbagai jenis pilihan bahan ajar
·         Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran
·         Agar kegiatan pembelajaran menjadi menarik.
dalam pendidikan formal/sekolah merupakan hal yang sangat strategis karena dari bahan ajar itulah peserta didik akan mendapat pengetahuan dan keterampilan untuk mencapai kemampuan, nilai, dan sikap sesuai tujuan pendidikan nasional. Contoh deskripsi dalam buku pelajaran bahwa Presiden Abdurahman Wahid dimundurkan dari jabatan presiden karena terlibat korupsi yang mendapat protes dari masyarakat Jawa Timur.Peristiwa tersebut menunjukan bukti bahwa harus ada pemilihan bahan ajar yang lebih selektif sehingga sesuai tujuan pendidikan nasional
e.       Model Pembelajaran
Guru yang cerdas bukan hanya mereka yang paham terhadap kebutuhan murid tapi juga mereka mengerti cara memenuhi kebutuhan tersebut dengan model pembelajaran yang sesuai minat dan keinginan peserta didik. Karena seringkali ditemukan guru bingung dan bahkan galau untuk memilih model apa yang cocok untuk di terapkan pada saat mengajar di kelas. Oleh karena itu pentingnya mode pembelajaran menjadi bagian terpenting dalam membangun sistem pendidikan yang baik. Karena masing masing orang penya passion dan minat masing masing yang tidak bisa disamakan dengan yang lainnya.
Karena pada dasarnya proses pembelajaran adalah perbuatan yang kompleks. Perbuatan yang kompleks dapat diterjemahkan sebagai penggunaan sejumlah komponen secara integrative yang terkandung dalam perbuatan mengajar itu untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Sejalan dengan semakin kompleksnya kompetensi yang ingin dicapai melalui pendidikan jasmani, maka tuntutan terhadap pendekatan pembelajaran yang digunakan harus canggih. Dalam sejarah pembelajaran pendidikan jasmani, dikenal banyak ragam pendekatan dimulai dari yang paling sederhana (tradisional) disebut metode lalu berkembang menjadi istilah strategi, lalu berkembang lagi menjadi istilah gaya gaya mengajar, pendekatan (approach) dan yang paling modern sering disebut dengan model-model (Matzler 2000). Dalam kaitan dengan proses pembelajaran ada baiknya guru menggunakan protipe dari model. Disebut model karena hanya merupakan garis besar (pokok-pokok) yang memerlukan pengembangan yang sangat situasional.
f.       Evaluasi Sesuai Tujuan.
Evaluasi itu adalah suatu kegiatan yang tidak mungkin tidak dilakukan oleh suatu sekolah karena evaluasi itu merupakan salah satu komponen system pembelajaran pada khususnya dan system pendidikan pada umumnya atau bisa dikatakan juga kegiatan yang tidak mungkin dielakan dalam proses pembelajaran. Evaluasi pendidikan merupakan bagian dari strategi pembelajaran yang dipandang dari teori belajar sosial (social learning theory) merupakan bagian dari reinforcement strategy yang memiliki tujuan untuk menumbuhkan sikap dan kemampuan yang diharapkan, seperti etos kerja yang tinggi, disiplin, dan belajar secara terus menerus. Oleh karena itu, model evaluasi harus komprehensif, terus menerus, dan objektif.
Evaluasi baik evaluasi hasil pembelajaran maupun pembelajaran merupakan bagian integral yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan atau proses pendidikan. Didalam evaluasi itu ada tiga hubungan erat atau sering kita dengar istilah Triangulasi yaitu antara kegiatan pembeajaran, tujuan pembelajaran dan kegiatan evaluasi. Dalam kegiatan pendidikan, evaluasi itu sering digunakan karena dalam satu periode atau kegiatan itu perlu mengetahui hasil atau prestasi yang sudah dicapai, baik oleh pihak guru atau siswa atau bahkan orang tua siswa, ini bisa dirasakan dalam semua bentuk dan jenis pendidikan, baik pendidikan formal, informal dan non formal.
Evaluasi dapat dilakukan dalam beberapa model seperti; pertama, tes formatif dimana dilaksanakan sebagai umpan balik atau feed back baik siswa atau guru untuk menilai kemampuan siswa menuju pembelajaran selanjutnya, siswa juga bisa mengetahui materi pelajaran yang belum dikuasai untuk bahan perbaikan . Kedua, tes diagnostic bertujuan mendiagnosa kesulitan belajar siswa untuk melakukan perbaikan. Dengan demikian harus lebih dahulu disajikan tes formatif untuk mengetahui ada atau tidaknya bagian yang belum dikuasai oleh siswa. Ketiga, tes sumatif, tes ini dilakukan setelah satuan program pembelajaran dilakukan atau setelah materi pelajaran selesai dalam kurun waktu satu semester. Tujuan utama tes ini untuk menentukan nilai yang menggambarkan keberhasilan siswa setelah menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu, sehingga bisa ditentukan kedudukan siswa di kelas, mengikuti program pembelajaran sebagai bahan informasi kepada pihak yang bersangkutan. Keempat, tes penempatan, siswa bisa di tempatkan di kelompok yang sesuai dengan tingkatan pengetahuan yang dimiliki maka digunakan suatu tes.
Sekelompok siswa yang mempunya hasil penilaian yang sama, akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar. Dalam memberikan evaluasi pada proses belajar mengajar harus kita berdasarkan pada prinsip pelaksanaan, dimana prinsip itu yaitu prinsip kontinyu maksudnya kegiatan evaluasi itu dilakukan secara terus menerus bukan hanya satu kali saja, guru harus selalu memberikan evaluasi kepada siswanya sehingga bisa mengambil suatu kesimpulan yang tepat dan cepat. (http://www.kompasiana.com) di akses 08/05/2017.
Evaluasi yang komprehensif bermakna untuk menilai berbagai kemampuan seperti dimensi ketekunan, ketelitian, disiplin dalam belajar, disiplin waktu, disiplin diri, kemandirian, sikap demokratis, rasa tanggung jawab, dan kejujuran, bukan seperti yang selama ini hanya menilai kemampuan kognitif saja. Terus menerus bermakna evaluasi yang sasarannya meliputi segala dimensi pembelajaran sebagai proses pembudayaan bila dilakukan secara terus menerus tanpa dirasakan sebagai beban melainkan sebagai sarana untuk meningkatkan motivasi dan tanpa sikap yang diharapkan terbentuk sebagai bagian dari upaya tercapainya tujuan pendidikan nasional.

KESIMPULAN
Pendidikan di semua negara merupakan suatu hal yang sangat penting untuk mendapatkan perhatian baik dari pemerintah maupun masyarakat dalam negara tersebut. Tanpa adanya pendidikan, yakinlah bahwa negara tersebut tidak akan pernah mengalami yang namanya perkembangan. Sebagaiman telah dilustrasikan di atas, bahwa pendidikan menjadi faktor utama pemabngunan bangsa.
Mengingat begitu crusialnya posisi pendidikan, maka desain sistem pendidikan yang baik menjadi hal yang tak dapat dianggap remeh. Karena hasil prosess pendidikan yang baik tergantung bagaimana desain sistem pendidikan itu sendiri. 6 model sistem pendidikan yaitu Konsistensi politik           Pendanaan Pendidikan. Tujuan pendidikan, Pemilihan bahan ajar, Model Pembelajaran, dan Evaluasi Sesuai Tujuan perlu di aplikasikan dengan baik. Agar bangsa indonesia bisa mewujudkan amanat undang-undang dengan baik.
Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani

Disusun Dari berbagai sumber


[1] Ki Hajar Dewantara, Karya Ki Hajar Dewantara. Yogyakarta: Majelis Luhur  Taman Siswa. 1977. Hlm. 14

[2] Hermawan, Acep, Motodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hal 117