Tampilkan postingan dengan label PMII UINSA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PMII UINSA. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 22 April 2017

Advokasi Kebijakan Publik dan Pengorganisasian Massa



Manifesto Gerakan Ber-PMII:

(Materi PKM PMII UINSA)

advokasi kebijakan publik


Advokasi Kebijakan Publik dan Pengorganisasian Massa  Menjadi bebas tidak hanya sekedar melepaskan rantai seseorang, namun hidup  dengan menghormati dan memperbanyak kebebasan bagi orang lain (N Mandela).

A.    Advokasi Kebijakan Publik
1.     Prawacana Advokasi Kebijakan Publik
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai organisasi gerakan mahasiswa ektra kampus sampai saat ini masih terus exis melakukan advokasi terhadap varian kasus/peristiwa yang terjadi di tengah” masyarakat. advokasi terhadap kebijakan pemerintah (Regional-Nasional) yg tidak pro rakyat, pendampingan hukum masyarakat marginal, penyambung aspirasi (tuntutan) kelompok masyrakat, serta beberapa varian kasus lainnya. Oleh karena itu, bagi sebagian aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) term “”Advokasi” bukanlah hal yang asing. Tap mereka memiliki bentuk kerangka difinisi yang berbeda dalam mengartikan advokasi itu sendiri. Difinisi mereka bisa berupa; pendampingan, audensi, dialog, atau bahkan demontrasi, tergantung pengalaman model advokasi yang pernah diikuti.
Advokasi adalah alat yang ampuh, di dalam negara demokratis seperti Indonesia, masyarakat dan para wakilnya membutuhkan individu-individu yang memiliki pengetahuan, komitmen dan kepedulian untuk mengangkat isu-isu yang ada agar keputusan yang diambil tepat sasaran. Hanya dengan menyuarakan kepedulian, baik secara perorangan maupun secara kolektif, akan dapat mempengaruhi keputusan-keputusan yang menyangkut kehidupan anak bangsa. Suara yang ditempuh lewat jalur advokasi dapat memperbaiki kehidupan keluarga dan masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, menghilangkan diskriminasi dan mencegah kematian dan kesengsaraan yang tidak seharusnya terjadi.

2.     Definisi Advokasi Menurut Para Ahli.
Dalam bahasa Inggris advokasi (red; Advocate) berarti menganjurkan, memajukan (to promote), menyokong atau memelopori. Sedangkan dalam Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti dasar dari kata Advokasi ialah pembelaan. Namun, sampai saat ini, tidak ada definisi yang baku terhadap pengertian advokasi. Oleh kerena itu sebagai mana disebutkan di atas, pemahaman arti dari kata advokasi selalu berubah-ubah sepanjang waktu tergantung pada keadaan, kekuasaan, dan politik pada suatu kawasan dimana kata ini digunakan.
Menurut  Edi Suharto dalam buku Pekerjaan Sosial di Dunia Industri, advocaat  atau advocateur (dalam bahasa Belanda) berarti pengacara atau pembela. Karenanya tidak heran jika advokasi sering diartikan sebagai ’sebagai pembelaan kasus atau berbicara di pengadilan. menurut Mickelson dalam Sheafor dan Horejsi, 2003; mendifinisikan advokasi sebagai tindakan-tindakan yang secara langsung mewakili, mempertahankan, mencampuri, mendukung atau merekomendasikan tindakan tertentu  untuk kepentingan suatu atau lebih individu, kelompok atau masyarakat dengan tujuan untuk menjamin atau menopang keadilan sosial.
Sedangkan dalam buku Analisis Kebijakan Publik advokasi diartikan sebagai upaya untuk mengubah kebijakan publik melalui berbagai bentuk komunikasi persuasif. Atau advokasi diartikan juga sebagai sebuah proses yang melibatkan seperangkat tindakan politis yang dilakukan oleh warga negara yang terorganisir untuk mentranspormasikan hubungan-hubungan kekuasaan.
dari berbagai  pengertian  tersebut  di atas terdapat  benang  merah  yang  sama  dalam tujuannya yaitu mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik dengan cara-cara yang demokratis. Ada baiknya definisi ini hanya sebagai panduan, karena organisasi yang berbeda melakukan advokasi yang berbeda pula dan organisasi yang melakukan advokasi dalam pekerjaan mereka menggunakan bentuk advokasi yang berbeda pula.

3.     Pijakan Advokasi
Dalam literature social, advokasi secara umum dapat didefinisikan sebagai serangkaian gerakan sistemik, terorganisir, yang dilakukan dengan sadar, untuk mendorong perubahan sosial dalam kerangka system yang ada yang menjadi pusat pijakan advokasi. Adapun yang menjadi pijakan advokasi  adalah nilai-nilai keadilan, kebenaran, accountability, transparansi, dan nilai-nilai luhur lainnya.

4.     Jenis-Jenis Advokasi
Advokasi secara umum dibagi menjadi dua, pertama advokasi Litigasi. Kedua, advokasi Non-Litigasi.
a.     Yang dimaksud dengan advokasi litigasi adalah advokasi yang dilakukan sampai ke pengadilan untuk memperoleh keputusan hukum yang pasti atau resmi. Advokasi litigasi memiliki beberapa bentuk seperti class-action, judicial review, dan legal standing. PB PMII pernah lakukan judical review terhadap UU Nomor 9\/2009 tentang Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP)
b.    Sedangkan advokasi nonlitigasi dapat berupa pengorganisasian masyarakat, negosiasi, desakan massa (demosntrasi, mogok makan, pendudukan, dan lainnya) untuk memperjuangkan haknya, seperti yg pernah dilakukan PMII Surabaya yaitu advokasi (demontrasi) kenaikan BBM & Pemukulan Aktivis 2016. Atau advokasi demo 6 maret 2013 yang terjadi di IAIN Sunan Ampel surabaya.

5.     Alasan
Bagi sebagian orang yang konsen dalam gerakan advokasi, tentu mereka tidak akan menanyakan kembali mengapa mereka melakukan hal itu. Namun, bagi sebagian lainnya yang belum begitu memahami, atau bahkan belum pernah mengenal, seluk-beluk advokasi, jawaban atas pertanyaan “Mengapa beradvokasi?” menjadi cukup relevan dan urgen untuk dijawab.
Ada banyak sekali alasan mengapa seseorang harus, dan diharuskan, untuk melakukan kerja-kerja advokasi. Secara umum alasan tersebut adalah: akibat adanya Kebijakan penguasa yang tidak pro rakyat baik dalam hal Ekonomi,Politik, Hukum, atau berupa tuntutan untuk dilaksanakannya suatu kebijakan tertentu.

6.     Tujuan
Tujuan dari kerja-kerja advokasi adalah untuk mendorong terwujudnya perubahan atas sebuah kondisi yang tidak atau belum ideal sesuai dengan yang diharapkan. Secara lebih spesifik, dalam praksisnya kerja advokasi banyak diarahkan pada sasaran tembak yaitu kebijakan publik yang dibuat oleh para penguasa.
Kebijakan publik merupakan beberapa regulasi yang dibuat berdasarkan kompromi para penguasa (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) dengan mewajibkan warganya untuk mematuhi peraturan yang telah dibuat. Setiap kebijakan yang akan disahkan untuk menjadi peraturan perlu dan harus dikawal serta diawasi agar kebijakan tersebut tidak menimbulkan dampak negatif bagi warganya. Hal ini dikarenakan pemerintah ataupun penguasa tidak mungkin mewakili secara luas, sementara kekuasaannya cenderung sentralistik dan mereka selalu memainkan peranan dalam proses kebijakan.

7.     Sistem Hukum Dalam Advokasi
kegiatan advokasi mempunyai beberapa sistem hukum yang menjadi legal standing dalam mengatur pelaksanaan kegatan ini, yaitu;
a.     Isi hukum (content of law) yakni uraian atau penjabaran tertulis dari suatu kebijakan yang tertuang dalam bentuk UU, PP, Keppres dan lain sebagainya atau karena adanya ‘kesepakatan umum’
b.    Tata laksana hukum (structure of law) yang merupakan seperangkat kelembagaan dan pelaksana dari isi hukum yang berlaku. Dalam pengertian ini tercakup lembaga-lembaga hukum (pengadilan, penjara, birokrasi, partai politik dll) dan para aparat pelaksananya.
c.     Ketiga, adalah budaya hukum (culture of law) yakni persepsi, pemahaman, sikap penerimaan, praktek-praktek pelaksanaan, penafsiran, penafsiran terhadap dua aspek hukum diatas, isi dan tatalaksana hukum.

8.     Tahapan Advokasi
Advokasi  adalah  seni,  tetapi  bukan  lukisan  abstrak.  Advokasi memerlukan perencanaan  yang  akurat.  “If we  fail to plan,  we  plan  to  fail,”  artinya  jika  kita  gagal  merencanakan,  maka  itu  berarti  kita  sedang  merencanakan  kegagalan.  Oleh karena itu, sebelum merancang kegiatan advokasi diperlukan konsolidasi yang terstruktur dan jelas terhadap anggota/kader tentang isu yang akan di advokasi. Berikut beberapa tahapan yang perlu dilakukan oleh pelaku advokasi, antara lain;
a.     Membentuk lingkar inti: Guna membentuk kesamaan visi dan analisis (bahkan ideologi) yang jelas terhadap issu yang diadvokasi.
b.    Memilih issu strategis: Aktual, Penting dan mendesak, Sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat, Berdampak positif pada perubahan sosial yang lebih baik.
c.     Mengolah data dan informasi: melakukan riset advokasi dgn tujuan mengumpulkan sebanyak mungkin data dan mengolahnya sebagai informasi yang diperlukan untuk mendukung semua kegiatan dalam proses advokasi;

9.     Aspek-Aspek Strategi Advokasi
Seringkali kita menyaksikan kegiatan-kegiatan advokasi yang dilakukan oleh berbagai kelompok/organisasi namun tidak jelas hasilnya, apakah advokasi tersebut berhasil atau tidak ?, apakah prosesnya berlanjut atau hanya advokasi momentum saja. Oleh karena itu, agar kegiatan advokasi yang dilakukan mendapatkan hasil yang jelas dan terarah, sebelum melakukan kegiatan advokasi, pelaku advoksi harus mengerti dan paham aspek aspek strategi advokasi yang akan dilakukan. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan sebelum melakukan advokasi antara lain; Menentukan target yang jelas (objek/kasus yang akan di advokasi:Perda, UU, dll), Menentukan prioritas (tingkat urgensi dan kesesuaian kasus), Realistis (sesuai realita yang ada), batas waktu yang jelas (kapan advokasi akan dimulai dan kapan selesai), Analisa ancaman dan peluang (terhadap kemungkinan tak terduga;SWOT).

10.  Pelaku advokasi
Pada dasarnya siapapun bisa melakukan kegiatan advokasi, baik kelompok atau perorangan. Advokasi yang dilakukan oleh perorangan biasa dilakukan oleh pakar/tokoh, pejabat publik, perusahaan, atau kasus yang menyangkut terhadap permasalahan satu orang saja.sedangkan kasus yang berkaitan dengan permasalahan banyak kalangan seperti; rakyat, kelompok masyarakat atau organisasi biasanya dilakukan secara berkelompok juga. Kegiatan advokasi yang dilakukan secara kelompok atau atas nama organasi tertentu biasanya akan terdengar oleh masyarakat luas sehingga pengawalan dan transparansinya lebih jelas.
Berikut beberapa pelaku advokasi antara lain; Mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan (PMII,GMNI,KAMMI, HMI dan lain-lain), Organisasi masyarakat keagamaan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Media, Komunitas masyarakat petani, nelayan, dan lain-lain

B.    Pengorganisasian Masyarakat
1.     Prawacana Pengorganisasian Massa
Arti pengorganisasian berasal dari kata organisasi yang mendapat imbuhan pe- dan berakhiran –an dimana arti dasar organisasi itu sendiri adalah susunan dan aturan dari berbagai bagian sehingga merupakan kesatuan yang teratur (Partanto:kamus populer). Rika Endah dalam bukunya menjelaskan Pengorganisasian sebagai keseluruhan pengelompokan orang orang, alat alat, tugas, kewenangan dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kegiatan kesatuan yang telah ditetapkan (Rika: 2003). adapun kata “Masyarakat” dalam KBBI sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Menurut Koentjaraningrat (1994) masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama.
Dalam mendifinisakan ‘Pengorganisasian masyarakat’ ada dua keywords sebagaimana dijelaskan diatas yang bisa dijadikan rujukan, yaitu arti dasar dari pengorganisasian dan masyarakat . dari penjelasan tersebut secara sederhana dapat disimpulkan bahwa Pengorganisasian masyarakat adalah bentuk proses/managemen yang dilakukan oleh kelompok tertentu untuk memaksimalkan aset yang ada hingga tercapai kepentingan bersama. Menurut Ross Murray dalam (Agus Afandi; 2012) pengertian pengorganisasian masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat dapat mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dan menentukan prioritas dari kebutuhan-kebutuhan tersebut, dan mengembangkan keyakinan untuk berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang sesuai dengan skala prioritas berdasarkan atas sumber-sumber yang ada dalam masyarakat sendiri maupun yang berasal dari luar dengan usaha secara gotong royong.

2.     Melakukan Pengorganisasian
Mengorganisir diri punya manfaat dalam jangka pendek, mengorganisir diri adalah suatu alat effektif untuk membuat sesuatu terlaksana; memperbaiki pelayanan pada masyarakat, termasuk pelayanan dalam bidang ekonomi (modal-teknologi), menurunkan beban pajak, memastikan jaminan lapangan kerja,  perubahan kebijakan di tingkat masyarakat atau di luar, memperbaiki pelayanan angkutan umum dan kesehatan, melindungi lingkungan hidup dan alam sekitarnya, serta sebagainya. Intinya, banyak diantara masalah keseharian yang kita hadapi saat ini dapat dipecahkan dan dirubah dengan cara mengorganisir diri. ?????
Mengorgansir diri juga punya manfaat jangka panjang yang mungkin jauh lebih penting. Melalui proses-proses pengorganisasian, masyarakat bisa belajar sesuatu yang baru tentang diri sendiri. Masyarakat akan menemukan bahwa harga diri dan martabat mereka selama ini selalu diabaikan dan diperdayakan. Dengan pengorganisasian masyarakat, warga dapat menemukan bahwa kehormatan dan kedaulatan mereka selama ini justru tidak dihargai karena ketiadaan kepercayaan diri di antara warga masyarakat sendiri. Warga masyarakat dengan demikian akan mulai belajar bagaimana caranya mendayagunakan semua potensi, kemampuan dan ketrampilan yang mereka miliki dalam proses-proses pengorganisasian; bagiamana bekerja bersama dengan warga lain, menyatakan pendapat dan sikap mereka secara terbuka, mempengaruhi kebijakan resmi, menghadapi lawan atau musuh bersama.
Akhirnya, melalui pengorganisasian, masyarakat mulai mengenal dan menemukan diri mereka sendiri. Warga masyarakat akan bisa menemukan siapa mereka sebenarnya selama ini, berasal dari mana, seperti apa latar belakang mereka, sejarah mereka, cikal-bakal mereka, akar budaya mereka serta kepentingan bersama mereka. Warga masyarakat akan menemukan kembali sesuatu yang bermakna dalam lingkungan keluarga mereka, kelompok suku atau bahasa asal mereka yang memberi mereka kembali martabat dan kekuatan baru.

3.     Landasan Pengorganisasian
Landasan filosofis dari kebutuhan untuk membangun organisasi adalah membangun kepentigan secara bersama–sama pada seluruh masyarakat, karena masyarakat sendiri yang seharusnya berdaya dan menjadi penentu dalam melakukan perubahan sosial. Perubahan sosial yang dimaksud adalah perubahan yang mendasar dari kondisi ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan.
Dalam demensi ekonomi seringkali ‘dimimpikan’ terbentuknya kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh warga masyarakat. Adapun dalam segi politik selalu diinginkan keleluasaan dan kebebasan bagi masyarakat untuk berpartisipasi, berkompetisi serta diakui hak-hak sipil dan politiknya. Sedangkan dalam sisi budaya, dirasakan ada keinginan untuk mengekspresikan kearifan kebudayaan lokal. Landasan filosofis lainnya pengorganisasian adalah untuk melakukan pemberdayaan. Karena pada dasarnya masyarakat sendiri yang seharusnya berdaya dan menjadi penentu dalam melakukan perubahan sosial.

4.     Tujuan Pengorganisasian
Pengorganisasian dalam sebuah organisasi masyarakat ditujukan untuk membangun dan mengembangkan organisasi. Pengorganisasian mempunyai peranan yang luar biasa bagi organisasi secara internal dan eksternal.
a.     Secara internal tujuan pengorganisasian adalah  mengatur dan mempercepat proses pencapaian cita cita bersama.
b.    Secara eksternal tujuan pengorganisasian adalah membangun jaringan antar organisasi masyarakat.
c.     Selain itu, tujuan pengorganisasian adalah mnyelesaikan konflik–konflik atau masalah masalah yang terjadi di tengah warga masyarakat.

5.     Metode Pendekatan Pengorganisasian
a.     Spesific content objective approach – Seseorang atau badan/lembaga yang telah merasakan adanya kepentingan nagi masyarakat dapat mengajukan suatu program untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan.
b.    General content objective approach – Tujuan pendekatan ini adalah untuk mengkoordinir berbagai usaha dalam wadah tertentu.
c.     Proses objective approach – Penggunaannya agar timbul prakarsa dari masyarakat, timbul kerjasama dari anggota masyarakat untuk akhirnya masyarakat sendiri mengembangkan kemampuannya sesuai dengan kapasitas mereka dalam melakukan usaha mengatasi masalah.

6.     Lokasi Pengorganisasian
Agar kegiatan pengirganisasian massa bisa optimal, sebelum melaksanakan organisasi massa, penguasaan lokasi target (objek) merupakan hal yang crusial untuk dipahami. lokasi yang ideal untuk untuk memulai suatu pengorganisasian massa adalah dengan cara hadir langsung diantara warga, atau kelompok social yang ada di sekitar. Pertama, hadir langsung dalam masalah yang memang oleh mereka  diprihatinkan bersama. kedua, hadir dalam sesuatu yang oleh warga menginginkan terjadi perubahan atasnya. Ketiga, Mulailah dengan bekerja dan berinterkasi langsung dengan mereka bersama warga.
                                                
7.     Membangun Jaringan
Untuk mencapai tujuan bersama, sebuah pengorganisasian memerlukan keterlibatan banyak pihak dengan berbagai spesifikasi yang berbeda dalam suatu koordinasi yang terpadu dan sistematis. Tidak ada satupun organisasi yang mampu mencapi tujuannya tanpa bantuan dari pihak-pihak lain yang juga mempunyai perhatian dan kepentingan yang sama. Semakin banyak warga masyarakat /organisasi menyuarakan hal yang sama maka, semakin kuat kepercayaan bagi timbulnya perubahan yang diinginkan. Hal ini secara sederhana disebut sebagai kebutuhan untuk membangun jaringan. Secara garis besarnya kerja-kerja jaringan dapat dipilah menjadi tiga bentuk:
a.     Mempelajari situasi social kemasyarakatan di masing-masing. sebagai entitas politik, ekonomi bisa dipilah berdasarkan kategori; region, profesi, atau kekerabatan.
b.     Memperhatikan titik masuk institusional (kelembagaan), baik Non-Goverment Organization atau Goverment Organization.
c.     Memperkuat kerja-kerja basis. Rekrutment, Perencanaan, dan Strategi.

HUBUNGAN ADVOKASI DAN PENGORGANISASIAN MASSA
Tentu kita sering mendengar kata advokasi dan pemberdayaan masyarakat, benar sekali keduanya ini selalu berjalan seiring. Tanpa ada advokasi yang jelas maka pemberdayaan masyarakat tidak akan tercapai begitu pula sebaliknya. Pemberdayaan secara harfiah ialah sebuah proses, dimana proses ini merupakan kumpulan aktivitas masyarakat yang terorganisasi, proses ini ditujukan untuk meningkatkan kekuasaan, kapasitas serta kemampuan baik seacara personal, interpersonal maupun politik. Pemberdayaan berguna jika diterapkan dalam pekerjaan sosial dengan keluarga karena saling mendukung maka akan memperkuat pengembangan kapasitas anggota keluarga dan membantu dalam menginterpretasikan pekerjaan sosial dalam struktur masyarakat.


Refrencess
Kristeva, Nur S S. Materi Kaderisasi, 2016 jawa tengah
Mandela, Nelson R. long walk to freedom, 1995 Boston New York London
KBBI Online di akses pada 26 11 2016
http://gmniwaingapu.blogspot.co.id di akses pada 27 11 2016
pius a partanto, M dahlan al-barry, kamus ilmiah populer
Rika Endah Nurhidayah, Pengorganisasian Dalam Keperawatan, USU Digital Library 2003
Agus Afandi, Muhammad Hadi Sucipto dkk, Modul Participatory Action Research (Sidoarjo: CV Dwiputra Pustaka Jaya, 2013),
Koentjaraningrat. 1994. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Suharto, Edi. Dr. Ph.D. 2007. Pekerjaan Sosial di Dunia Industri. Bandung. Refika ADITAMA.
Suharto, Edi Dr. Ph.D. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung. ALFABETA.