Jumat, 27 Juli 2018

Trend Kopi Nusantara dan Jenisnya

Roasted Bean Kopi Arabika
Bisnis Kopi saat ini tengah naik daun, dalam beberapa tahun terakhir banyak bermunculan kedai kopi  dari kota sampai pelosok desa. Salah satu hal yg mendukung berkembangnya Kedai kopi adalah life style  generasi Melenial yg banyak berenteraksi lewat gadge. Sehingga wajar jika mereka menjadikan kedai kopi bukan hanya sebagai tempat melepas penat menikmati waktu luang saja, tapi juga sebagai kantor bagi banyak pekerja lepas atau pegewai kantoran yg bertugas di luar jam kerja. Tentu Mereka menjadikan kopi sebagai bagian tak terpisah saat bekerja di kedai kopi.

Salah satu faktor penting lainnya yg menyebabkan merebaknya kedai kopi adalah tren kopi itu sendiri yg saat ini sedang menjadi perhatian banyak kalangan. Bahkan Saat ini Minum kopi bukan lagi kebutuhan tapi sudah menjadi passion atau gaya hidup di berbagai kalangan. Para penikmat kopi tidak hanya menyesap rasa kopi, tapi juga menyasar sejarah, asal biji, pengelolaan, hingga proses penyajiannya. Bahkan pertumbuhan kunsumensi kopi nasional menurut gabungan ekportir kopi indonesia tercatat mengalami pertumbuhan 2,43 persen tiap tahunnya. sejalan dengan meningkatnya penikmat kopi di dalam negeri, banyak usaha coffe shop (kedai kopi), sekolah Baracik (Barista), Rumah sangrai (Roaster House) Bermunculan diberbagai daerah. 

Sementara di kalangan pemasok (petani), dampak dari demam kopi menjadikan petani semakin bergairah meningkatkan panen kopinya, baik kuantitas dan kualitas. Istilah Kopi Nusantara yg lagi naik daun membawa banyak berkah bagi petani kopi, karena harga yg mengalami kenaikan sampai 2-3 kali lipat dari harga semula. Para petani yg semula menjaul hasil panennya kepada pengepul atau tengkulak kini sudah banyak yg menjual langsung ke pembeli, bahkan sudah banyak koperasi diberbagai daerah yg menjadi pemasok langsung ke pembeli baik dalam negeri maupun luar negeri.

Meningkatnya demam kopi tak lepas dari dari apa yg disebut sebagai gelombang ketiga, yaitu para pecinta kopi yg tidak sekedar mencicipi varian rasa dibalik tiap gelasnya saja, tapi juga mencari tahu bagaimana sejarah, tempat tumbuh, proses budidaya tamanan, cara panin, pengeringan, sangrai, penggilingan, hingga proses penyajian terhadap kopi itu sendiri.

berikut berbagai macam jenis kopi yg tumbuh di indonesia:

Arabika:

Coffea Arabica merupakan spesies pertama yang dibudidayakan untuk minuman kopi di ethiopia, spesies kopi ini memiliki kandungan Kafein 0,8-1,4 persen. Cocok di tanam di lokasi beriklim kering dengan elevasi 700-1.700 di atas permukaan air laut, hal ini karena tanaman jenis ini termasuk tanaman yg rentan terkena penyakit karat daun yg biasanya menyerang tanaman dataran rendah.
2016 Produksi perkebunan arabika 137.900 Ton per tahun atau sekitar 27 persen dari total produksi kopi nasional (kompas, edisi maret 2018).
Kopi arabika antara lain: Aceh Gayo, Kopi Toraja, Kopi Papua Mamena, Kopi Flore Bajawa, Kopi Bali kintamani, Kopi Lombok, Kopi Solok, dll.
Kopi Arabika


Robusta:

Pohon kopi robusta pertama kali di kongo pada 1898 . banyak pecinta minuman kopi menyebut kopi ini sebagai kelas dua, karena rasanya lebih pahit, tidak memilika varian rasa dan kafein yg lebih tinggi. Pohon kopi jenis ini lebih tahan hama, karenanya jenis kopiRobusta banyaktumbuh di dataran Rendah di bawah ketinngian 800 M permukaan air laut.
2016 Robusta mendominasi produk kopi nasional yaitu 465.600 ton atau sekitar (kompas, edisi maret 2018). Macam macam kopi robusta antara lain: kopi dampit malang, kopi lanang banyuangi, kopi Sidikalan Dairi, Kopi Merapi, Kopi temanggung, Kopi Lampung, Kopi Bali Tabanan, dll.
Kopi Robusta


Selain dua jenis kopi ini ada jenis kopi 

Liberika

Varian ini pernah ditanam di indonesia sebagai pengganti kopi arabika yg mudah terserang hama, namun saat ini tidak terdapata lagi jenis kopi ini. Spesies ini berasal dari liberian bagian barat afrika.

Saat ini indonesia menjadi negera penghasil kopi terbesar ke empat dunia setelah brazil, Vietnam dan Kolombia. Bagaimanapun juga kita punya luas lahan yg lebih besar dari pada ketiga negera tersebut, saya optimis pada waktunya indonesia akan menjadi pemasok kopi dunia terbesar no 1.



Salam secangkir KOPI

Jumat, 02 Maret 2018

Dasar Dasar Morfologi


saya menjadi semangat untuk melanjutkan tulisan kecil ini di blog karena saya perhatikan tulisan saya sebelumnya yang membahas linguistic makro dan mikro mendapat banyak atensi dari netizen. Mungkin tulisan ini bisa sedikit membantu teman teman mahasiswa terutama mereka pada program studi ilmu bahasa (linguistik) baik bahasa daerah, bahasa indonesia, atau bahasa asing.

Morfologi

Morfologi atau dalam English text disebut morphology mempunyai dua pehaman makna berbeda; dalam kajian ilmu alam morfologi menjadi bagian ilmu biologi yang berhubungan dengan dengan bentuk organisme hidup beserta hubungan antar struturnya. Sedangkan dalam kajian ilmu bahasa (linguistic), morfologi didifinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk kata.

Karena tulisan ini sebagai lanjutan daripada tulisan saya sebelumnya yang membahas tentang phonology, maka disini saya hanya membahas morphologi dalam konteks kajian ilmu linguistic.

Difinisi Morfologi
Sebagaimana penjelasan diatas Secara sederhana Morfologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bentuk kata. Dalam Wikipedia.org morfologi adalah ilmu yg mempelajari tentang struktur kata/phrase/kalimat serta hubungan terhadap struktur lainnya dalam satu bahasa yang sama. Sedangkan menurut abdul chaer (2012) menyatakan bahwa dalam kajian morfologi akan dibicarakan seluk beluk morfem dan proses morfemis hingga menjadi kata sebagai satuan terkecil dari sintaksis. JWM Verhaar dalam bukunya Asas Asas Linguistik Umum (2012) mendifinisikan morfologi sebagai satuan satuan dasar bahasa sebagai  satuan gramatikal (satuan yang memiliki arti mandiri). Contoh; kata Berhak. Secara fonologis kata tersebut terdiri dari 6 fonem (B, E,R, H, A,K), dan 2 satuan minimal morfologis (Ber dan Hak); satuan minimal gramatikal inilah yang dinamakan morfem. Demikian pula kata Unable “tidak dapat/sanggup” terdiri atas 6 fonem (U, N, A, B, L, E) dan 3 morfem (U-Na-ble).
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa morfologi adalah study (pembelajaran) tentang proses bentuk kata. Karena materi morfologi biasanya lebih utuh membahas tentang proses morfemis sebagai bagian terkecil kata yang memiliki arti gramatikal tersendiri (independent)

Morfem
Morfem adalah satuan betuk bahasa terkecil yang mempunyai makna secara relative stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian makna yg lebih kecil, contoh; kepasar dan kemasjid; bentuk ke pada dua kata tersebut mempunyai 1 makna (Menuju) dan merupakan kata yang tidak bisa dikecilkan/dipisah lagi. Kedua pada kata kedua/ketiga; kata ke pada contoh ini menunjukkan arti yang sama yaitu urutan. Ke pada 2 contoh tersebut disebut morfem karena mempunyai makna sendiri dan tidak bisa dibagi atas bagian makna yg lebih kecil lagi.
Sekarang kita coba analisa kembali, morfem Ke pada 4 contoh diatas apakah termasuk morfem yang sama atau tidak. Sebagaimana penjalasan diatas Ke pada contoh kepasar dan kedua atau kemasjid dan ketiga bukanlah morfem yang sama, meskipun bentuknya sama keduanya bukan morfem yang sama karena tidak memiliki persamaan arti.
Pemahaman terhadap makna kata menjadi sangat penting sebelum kita menyatakan suatu bentuk adalah morfem atau bukan. Perhatikan bentuk berikut;
Menelantarkan,
Telantar,
Lantaran
Pada bentuk diatas meskipun lantar menskipun disebut berulang ulang bukanlah bentuk morfem karena tidak ada maknanya.
Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa morfem adalah bentuk yang sama dan terdapat berulang ulang dan satuan bentuk yang lain.


Semoga artikel ini bermanfaat bagi anda yang membutuhkan.

Sumber referensi:
Wikipedia.org
Oxford learner’s pocket Dictionary (fourth edition)
J.W.M. Verhaar. (2012). Asas asas linguistic umum. Yogyakarta; UGM press.
Chaer, Abdul. (2012). Linguistik umum. Jakarta; Rineka Cipta.

Dan berbagai sumber lainnya.

Senin, 06 November 2017

Phonology

phonology I Difinition of Phonology

linguistics 


Sebagimana dijelaskan di tulisan sebelumnya, bahasa adalah suatu lambang bunyi yang bersifat arbitrer, Artinya lambang bunyi beserta komoponen terikat lainnya merupakan hal mendasar dalam kajian bahasa (red; linguistik). Tanpa adanya suara (lambang bunyi) bahasa akan sangat sulit bisa lahir dan berkembang. Bagaimana bisa manusia berinteraksi, memberi penamaaan suatu object, atau u/ sekedar memanggil satu sama jika tidak dengan suara ?.  manusia bisa membaca dan atau paham terhadap arti panamaan suatu benda karena telah melalui proses pemahaman yg disampaikan lewat suara (bunyi bahasa). Karenanya, mempelajari ilmu bunyi menjadi hal yg krusial bagi siapapun yang ingin mempelajari bahasa (linguistik).
Kridalaksana (1983; 27) mengatakan bahwa bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan tekanan udara baik yang bersumber dari gesekan benda, alat suara binatang, dan atau manusia. Akan tetapi tidak semua bunyi menjadi lambang bahasa, tetapi bunyi bahasa yang hanya dihasilkan manusia dengan cara tertentu saja. Lebih lanjut, chaer (2012,43) menyatakan difinisi bunyi bahasa atau bunyi ujaran (speech sound) adalah satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang di dalam fonetik diamati sebagai “fon” (bunyi bahasa) dan dalam fonemik sebagai “fonem” (satuan bunyi dgn kontras makna).
dari pemaparan bahasa sebagai lambang bunyi sebagaimana penjelasan diatas, ada satu konsep lain yang perlu dipahami yaitu berkenaan dengan istilah bahasa tulis. Apakah bahasa dalam bentuk tulisan juga termasuk dalam kontek linguistik?.  Menurut Chaer (2012, 43) dalam linguistik bahasa sebagai lambang bunyi, baik itu yang diucapkan, dilisankan, atau yang keluar dari alat ucap manusia adalah bahasa primer. Adapun bahasa tulisan karena pada dasarnya adalah rekaman/catatan daripada bahasa lisan, maka termasuk dalam katagori bahasa sekunder.
Definition of Phonology
Phonology is the science of speech sounds including especially the history and theory of sound changes in a language or in two or more related languages: Fonologi adalah ilmu suara ucapan termasuk terutama sejarah dan teori perubahan suara dalam satu, dua, atau lebih bahasa. (www.merriam-webster.com/dictionary/phonology). Chaer (2012, 102) mengatakan Bidang linguistik yang mempelajari, menganalisa, dan mendiskusikan runtutan bunyi-bunyi bahasa disebut Fonologi  yang secara etimologi terbentuk dari kata fon (bunyi) dan logos (ilmu). Fonologi secara heirarki objek kajiannya dibagi menjadi dua yaitu fonetik dan fonemik.
MenurutYule (2001: 54) fonologi adalah studi tentang sistem, pola dan penggunaan suara yang terjadi dalam berbagai bahasa dunia. Kusuma (1990: 7) menambahkan bahwa fonologi berhubungan dengan fonem dan masa fonem. Fonem adalah kelas suara. Ini adalah abjad abstrak yang dapat digunakan untuk menulis bahasa secara sistematis dan tidak ambigu (Yusuf, 1998: 19). Misalnya, fonem / p / dan / t / dalam kata pie dan tie, dll. Namun, untuk mendapatkan pemahaman penuh tentang penggunaan suara ujaran dalam bahasa Inggris, kita bisa mempelajari fonologi dan fonetik. https://id.scribd.com/doc/50424884/CHAPTER-II
secara umum fonetik bisa dijelaskan sebagai cabang fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apkah fungsi bunyi-bunyi tersebut sebagai pembeda makna atau tidak. Sedangkan fonemik adalah cabang study fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan bunyi tersebut sebagai pembeda makna. (Penjelasn rinci keduanya akan dibahas dalam tulisan lain berikutnya)
Perhatikan contoh berikut:
1.       INTAN-BATIK-INGIN: Bunyi (I) pada ketiga kata tersebut tidak sama.
SPACE-PAGE-MAP: Bunyi (P) pada tiga kalimat tersebut tidak sama.
Ketidaksamaan bunyi (I) dan (P) pada kalimat ditas sebagai salah satu contoh objek kajian fonetik
2.       BARU-PARU: Perbedaan bunyi (B) dan (P)
RUPA-LUPA:  Perbedaan bunyi (R) dan (L)
Ketidaksamaan Bunyi pada frase diatas sebagai contoh objek kajian fonemik.

References:


Kridalaksana, harimurti. (1983). Kamus linguistik. Jakarta: gramedia
Chaer, A. (2012). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka cipta
https://id.scribd.com/doc/50424884/CHAPTER-II