Minggu, 10 Agustus 2025

Padahal di Bank Swasta 5 Menit Doang

Mau cerita kejanggalan pergantian Kartu ATM saya di bank Plat Merah. 

Jadi, Sejak rame soal pemblokiran rekening dormant (3 bulan tidak ada transaksi) oleh PPATK banyak orang yg menarik dananya dari bank. Kebetulan juga ibu mertua punya tabungan di salah satu Bank plat merah. Nah, Sejak aturan aneh itu mulai diberlakukan ibu mau coba cek tabungannya-takut keblokir, karena kata orang” kalau dah keblokir ngurusnya ribet dan harus ke kantor sesuai alamat KTP. Gak kebayang harus pulang ke sumatra hanya untuk mengurus rekening (abis berapa duit tuh?). Jadi senin tgl 4 agustus kemarin ibu coba ke teras/layanan di kampus UTM, alhamdulillah rekening masih aktif, cuman kartu ATM expired dan harus diganti baru, sementara unit layanan itu stok kartunya lagi kosong. Maka diarahkanlah kami ke Kantor layanan yg lebih besar di kecamatan Kamal. Andai diteras ini stok kartunya ada, kartu ATM rekening ibu bisa langsung diganti. Karena dulu pernah ganti kartu disini juga (lupa pin).



Nah, tadi siang (Rabu, 6/8/25) setelah jemput kakak naya pulang sekolah, saya antar ibu ke kantor unit kamal sesuai arahan kantor teras UTM, dan ternyata pas sampai disana, satpam yg jaga diarahkan ke kantor cabang dibangkalan kota, tidak bisa dikantor layanan kecamatan. Jadi timbul pertanyaan “Jika diteras yg secara teknis lebih kecil bisa ganti ATM, ini kok di level yg lebih besar (KCP) malah katanya tidak bisa?” Aturannya dah ganti atau emang gaya lama plat merah yg suka bikin sudah dan ribet. 


Meski rada jengkel, kamis kemarin (8/8/25) saya antar ibu ke kantor Cabang Bangkalan Kota, dan betapa kagetnya setelah sampai lokasi dan masuk kantor, saya dikasih nomer antrean CS 59. Sementara layanan berlangsung masih no 20an. Anehnya lagi kita disuruh nunggu diparkiran. Dan setelah nunggu sekitar 1.5jam aku cek CS masih layani antrian no 30, akhirnya kita putuskan mengembalikan nomer antran ke satpam. Bayangkan jam 11.30 masih no antrean 30. Bisa jadi saya harus nunggu 1 hari hanya untuk ganti ATM saja. Padahal kalau di BCA hanya butuh 5 menit doang. 

Sabtu, 03 Mei 2025

Kegagalan terbesarku

Usaha fotokopi yang saya rintis bersama teman menjadi kegagalan terbesar saya selama belajar berwirausaha. Total modal yang kami kumpulkan sekitar Rp120 juta, tapi lebih dari separuhnya hilang. Rincian pengeluarannya:  

- Sewa tempat 2 tahun: Rp30 juta.  

- Renovasi dan instalasi: Rp10 juta.  

- Pembelian alat dan mesin: Rp60 juta.  

- ATK dan lainnya: Rp20 juta.  

Selama 2 tahun beroperasi, keuangan selalu minus. Bahkan, uang dan HP kantor pernah hilang dicuri. Di bulan ke-6, saya sudah ingin menjual usaha ini karena tak sesuai ekspektasi, tapi tidak ada yang berminat membeli. Saat masa sewa habis, kami tidak mampu memperpanjangnya lagi.  

Akhirnya, kami pindahkan sisa peralatan ke space kecil di warkop "Bonsar". Di sana, usaha fotokopi "Cipta Print" hanya dipakai untuk mendukung layanan penerbitan "Cipta Publishing", seperti mengerjakan proyek atau meeting klien. Karena kurang efektif, saya mulai menjual sebagian alat secara perlahan.  

Tragedi bertambah pada Agustus 2024: monitor, CPU, dan beberapa printer hilang dicuri, rugi sekitar Rp15 juta. Tak lama kemudian, warkop Bonsar disew
a orang lain, sehingga sisa peralatan (mesin fotokopi 6075, rak kaca, mesin potong, laminasi, dll) terpaksa saya pindahkan ke kos-kosan saya yang sudah ditempati sejak 2015. 

Sayangnya, saat proses pindah, mesin fotokopi terkena rembesan air hujan dari plafon bocor. Beberapa bagian rusak, dan saya tak bisa langsung memperbaikinya karena keterbatasan dana. Mesin itu akhirnya menganggur selama beberapa bulan. Baru pada April lalu, saya bisa memanggil tukang servis langganan. Alhamdulillah, mesinnya kini sudah berfungsi normal kembali.  

Ini menjadi pelajaran berharga tentang manajemen risiko, lokasi usaha, dan pentingnya antisipasi kondisi darurat.

Ini menjadi pelajaran berharga tentang manajemen risiko, lokasi usaha, dan pentingnya antisipasi kondisi darurat. 

Benar kata orang “Usaha boleh sama, tapi rezeki Allah yang atur”.