Manifesto Gerakan Ber-PMII:
(Materi PKM PMII UINSA)
Advokasi Kebijakan Publik dan Pengorganisasian Massa Menjadi bebas tidak hanya sekedar melepaskan rantai seseorang, namun hidup dengan menghormati dan memperbanyak kebebasan bagi orang lain (N Mandela).
A. Advokasi Kebijakan Publik
1. Prawacana Advokasi Kebijakan Publik
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai
organisasi gerakan mahasiswa ektra kampus sampai saat ini masih terus exis melakukan
advokasi terhadap varian kasus/peristiwa yang terjadi di tengah” masyarakat.
advokasi terhadap kebijakan pemerintah (Regional-Nasional) yg tidak pro rakyat,
pendampingan hukum masyarakat marginal, penyambung aspirasi (tuntutan) kelompok
masyrakat, serta beberapa varian kasus lainnya. Oleh karena itu, bagi sebagian
aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) term “”Advokasi” bukanlah
hal yang asing. Tap
mereka memiliki bentuk kerangka difinisi yang berbeda dalam mengartikan
advokasi itu sendiri. Difinisi mereka bisa berupa; pendampingan, audensi,
dialog, atau bahkan demontrasi, tergantung pengalaman model advokasi yang
pernah diikuti.
Advokasi adalah alat yang ampuh, di
dalam negara demokratis seperti Indonesia, masyarakat dan para wakilnya
membutuhkan individu-individu yang memiliki pengetahuan, komitmen dan
kepedulian untuk mengangkat isu-isu yang ada agar keputusan yang diambil tepat
sasaran. Hanya dengan menyuarakan kepedulian,
baik secara perorangan maupun secara kolektif, akan dapat mempengaruhi
keputusan-keputusan yang menyangkut kehidupan anak bangsa.
Suara yang
ditempuh lewat jalur advokasi
dapat memperbaiki kehidupan keluarga dan masyarakat yang hidup di bawah garis
kemiskinan, menghilangkan diskriminasi dan mencegah kematian dan kesengsaraan
yang tidak seharusnya terjadi.
2.
Definisi Advokasi Menurut Para Ahli.
Dalam bahasa Inggris advokasi (red;
Advocate) berarti menganjurkan, memajukan (to promote), menyokong atau
memelopori. Sedangkan dalam
Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti dasar dari kata Advokasi ialah
pembelaan. Namun, sampai saat ini, tidak ada definisi yang baku terhadap
pengertian advokasi. Oleh kerena itu sebagai mana disebutkan di atas, pemahaman arti dari kata advokasi selalu berubah-ubah sepanjang waktu
tergantung pada keadaan, kekuasaan, dan politik pada suatu kawasan dimana kata
ini digunakan.
Menurut Edi Suharto dalam buku Pekerjaan Sosial di
Dunia Industri, advocaat atau advocateur (dalam bahasa Belanda) berarti pengacara atau pembela.
Karenanya tidak heran jika advokasi sering diartikan sebagai ’sebagai pembelaan
kasus atau berbicara di pengadilan. menurut Mickelson dalam Sheafor dan Horejsi, 2003; mendifinisikan advokasi sebagai tindakan-tindakan yang
secara langsung mewakili, mempertahankan, mencampuri, mendukung atau
merekomendasikan tindakan tertentu untuk kepentingan suatu atau lebih
individu, kelompok atau masyarakat dengan tujuan untuk menjamin atau menopang
keadilan sosial.
Sedangkan
dalam buku Analisis Kebijakan Publik advokasi diartikan sebagai upaya untuk
mengubah kebijakan publik melalui berbagai bentuk komunikasi persuasif. Atau
advokasi diartikan juga sebagai sebuah proses yang melibatkan seperangkat
tindakan politis yang dilakukan oleh warga negara yang terorganisir untuk
mentranspormasikan hubungan-hubungan kekuasaan.
dari
berbagai pengertian tersebut di atas terdapat benang
merah yang sama dalam tujuannya yaitu mewujudkan perubahan ke arah yang
lebih baik dengan cara-cara yang demokratis. Ada baiknya definisi ini hanya sebagai
panduan, karena organisasi yang berbeda melakukan advokasi yang berbeda pula
dan organisasi yang melakukan advokasi dalam pekerjaan mereka menggunakan bentuk
advokasi yang berbeda pula.
3. Pijakan Advokasi
Dalam
literature social, advokasi
secara umum dapat didefinisikan sebagai serangkaian gerakan sistemik, terorganisir, yang dilakukan
dengan sadar, untuk mendorong perubahan sosial dalam kerangka
system yang ada yang
menjadi pusat pijakan advokasi.
Adapun yang menjadi pijakan advokasi adalah nilai-nilai keadilan, kebenaran,
accountability, transparansi, dan
nilai-nilai luhur lainnya.
4.
Jenis-Jenis Advokasi
Advokasi secara umum dibagi menjadi
dua, pertama advokasi Litigasi. Kedua, advokasi Non-Litigasi.
a. Yang dimaksud dengan advokasi
litigasi adalah advokasi yang dilakukan sampai ke pengadilan untuk memperoleh
keputusan hukum yang pasti atau resmi. Advokasi litigasi memiliki beberapa
bentuk seperti class-action, judicial review, dan legal standing.
PB PMII pernah
lakukan judical review terhadap UU
Nomor 9\/2009 tentang Undang-undang
Badan Hukum Pendidikan (UU BHP)
b. Sedangkan advokasi nonlitigasi dapat
berupa pengorganisasian masyarakat, negosiasi, desakan massa (demosntrasi,
mogok makan, pendudukan, dan lainnya) untuk memperjuangkan haknya, seperti yg
pernah dilakukan PMII Surabaya yaitu advokasi (demontrasi) kenaikan BBM & Pemukulan
Aktivis 2016. Atau advokasi demo 6 maret 2013 yang terjadi di IAIN Sunan Ampel
surabaya.
5.
Alasan
Bagi
sebagian orang yang konsen
dalam gerakan
advokasi, tentu mereka tidak akan menanyakan kembali mengapa mereka melakukan
hal itu. Namun, bagi sebagian lainnya yang belum begitu memahami, atau bahkan
belum pernah mengenal, seluk-beluk advokasi, jawaban atas pertanyaan “Mengapa
beradvokasi?” menjadi cukup relevan dan urgen untuk dijawab.
Ada
banyak sekali alasan mengapa seseorang harus, dan diharuskan, untuk melakukan
kerja-kerja advokasi. Secara umum alasan tersebut adalah: akibat
adanya Kebijakan penguasa yang tidak pro rakyat baik dalam hal
Ekonomi,Politik, Hukum, atau berupa tuntutan untuk dilaksanakannya suatu
kebijakan tertentu.
6.
Tujuan
Tujuan dari kerja-kerja advokasi adalah untuk mendorong terwujudnya perubahan atas sebuah
kondisi yang tidak atau belum ideal sesuai dengan yang diharapkan. Secara lebih
spesifik, dalam praksisnya kerja advokasi banyak diarahkan pada sasaran tembak
yaitu kebijakan publik yang dibuat oleh para penguasa.
Kebijakan publik merupakan beberapa
regulasi yang dibuat berdasarkan kompromi para penguasa (eksekutif, legislatif,
dan yudikatif) dengan mewajibkan warganya untuk mematuhi peraturan yang telah
dibuat. Setiap kebijakan yang akan disahkan untuk menjadi peraturan perlu dan
harus dikawal serta diawasi agar kebijakan tersebut tidak menimbulkan dampak
negatif bagi warganya. Hal ini dikarenakan pemerintah ataupun penguasa tidak
mungkin mewakili secara luas, sementara kekuasaannya cenderung sentralistik dan
mereka selalu memainkan peranan dalam proses kebijakan.
7.
Sistem
Hukum Dalam Advokasi
kegiatan advokasi mempunyai beberapa
sistem hukum yang menjadi legal standing dalam mengatur pelaksanaan kegatan
ini, yaitu;
a.
Isi
hukum (content of law) yakni uraian atau penjabaran
tertulis dari suatu kebijakan yang tertuang
dalam bentuk UU, PP, Keppres dan lain sebagainya atau karena adanya
‘kesepakatan umum’
b.
Tata
laksana hukum (structure of law) yang merupakan seperangkat
kelembagaan dan pelaksana
dari isi hukum yang berlaku. Dalam pengertian ini tercakup lembaga-lembaga hukum (pengadilan,
penjara, birokrasi, partai politik dll) dan para aparat pelaksananya.
c.
Ketiga,
adalah budaya hukum (culture of law) yakni
persepsi, pemahaman, sikap penerimaan, praktek-praktek
pelaksanaan, penafsiran, penafsiran terhadap dua aspek hukum diatas, isi dan
tatalaksana hukum.
8. Tahapan Advokasi
Advokasi adalah
seni, tetapi bukan
lukisan abstrak. Advokasi memerlukan
perencanaan yang akurat.
“If we fail to plan, we
plan to fail,”
artinya jika kita
gagal merencanakan, maka
itu berarti kita
sedang merencanakan kegagalan. Oleh karena itu,
sebelum merancang kegiatan advokasi diperlukan konsolidasi yang terstruktur
dan jelas terhadap anggota/kader tentang isu yang akan di advokasi. Berikut beberapa
tahapan yang perlu dilakukan oleh pelaku advokasi, antara lain;
a. Membentuk lingkar inti: Guna membentuk kesamaan visi dan analisis
(bahkan ideologi) yang jelas terhadap issu yang diadvokasi.
b. Memilih issu strategis: Aktual, Penting dan mendesak, Sesuai dengan kebutuhan
dan aspirasi masyarakat, Berdampak positif pada perubahan
sosial yang lebih baik.
c. Mengolah data dan informasi: melakukan riset advokasi dgn tujuan mengumpulkan sebanyak mungkin data dan mengolahnya sebagai informasi yang
diperlukan untuk mendukung semua kegiatan dalam proses
advokasi;
9. Aspek-Aspek Strategi Advokasi
Seringkali kita menyaksikan kegiatan-kegiatan advokasi
yang dilakukan oleh berbagai kelompok/organisasi namun tidak jelas hasilnya,
apakah advokasi tersebut berhasil atau tidak ?, apakah prosesnya berlanjut atau
hanya advokasi momentum saja. Oleh karena itu, agar kegiatan advokasi yang
dilakukan mendapatkan hasil yang jelas dan terarah, sebelum melakukan kegiatan
advokasi, pelaku advoksi harus mengerti dan paham aspek aspek strategi advokasi
yang akan dilakukan. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan sebelum melakukan advokasi
antara lain; Menentukan target yang jelas
(objek/kasus yang akan di advokasi:Perda, UU, dll), Menentukan prioritas
(tingkat urgensi dan kesesuaian kasus), Realistis (sesuai realita yang ada), batas
waktu yang jelas (kapan advokasi
akan dimulai dan kapan selesai), Analisa
ancaman dan peluang (terhadap kemungkinan tak terduga;SWOT).
10. Pelaku advokasi
Pada dasarnya
siapapun bisa melakukan kegiatan advokasi, baik kelompok atau perorangan. Advokasi
yang dilakukan oleh perorangan biasa dilakukan oleh pakar/tokoh, pejabat
publik, perusahaan, atau kasus yang menyangkut terhadap permasalahan satu orang
saja.sedangkan kasus yang berkaitan dengan permasalahan banyak kalangan
seperti; rakyat, kelompok masyarakat atau organisasi biasanya dilakukan secara
berkelompok juga. Kegiatan advokasi yang dilakukan secara kelompok atau atas
nama organasi tertentu biasanya akan terdengar oleh masyarakat luas sehingga
pengawalan dan transparansinya lebih jelas.
Berikut beberapa pelaku advokasi antara lain; Mahasiswa atau organisasi
kemahasiswaan (PMII,GMNI,KAMMI, HMI dan lain-lain), Organisasi masyarakat
keagamaan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Media, Komunitas masyarakat
petani, nelayan, dan lain-lain
B. Pengorganisasian Masyarakat
1. Prawacana Pengorganisasian
Massa
Arti pengorganisasian berasal dari kata organisasi yang
mendapat imbuhan pe- dan berakhiran –an dimana arti dasar organisasi itu
sendiri adalah susunan dan aturan dari berbagai bagian sehingga merupakan
kesatuan yang teratur (Partanto:kamus populer). Rika Endah dalam bukunya
menjelaskan Pengorganisasian sebagai keseluruhan pengelompokan orang orang,
alat alat, tugas, kewenangan dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga
tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kegiatan kesatuan
yang telah ditetapkan (Rika: 2003). adapun kata “Masyarakat” dalam KBBI sejumlah manusia
dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap
sama. Menurut
Koentjaraningrat (1994) masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu
yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama.
Dalam mendifinisakan ‘Pengorganisasian masyarakat’ ada
dua keywords sebagaimana dijelaskan diatas yang bisa dijadikan rujukan, yaitu
arti dasar dari pengorganisasian dan masyarakat . dari penjelasan tersebut
secara sederhana dapat disimpulkan bahwa Pengorganisasian masyarakat adalah
bentuk proses/managemen yang dilakukan oleh kelompok tertentu untuk
memaksimalkan aset yang ada hingga tercapai kepentingan bersama. Menurut Ross
Murray dalam (Agus Afandi; 2012) pengertian pengorganisasian masyarakat adalah
suatu proses dimana masyarakat dapat mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dan
menentukan prioritas dari kebutuhan-kebutuhan tersebut, dan mengembangkan
keyakinan untuk berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang sesuai dengan skala
prioritas berdasarkan atas sumber-sumber yang ada dalam masyarakat sendiri
maupun yang berasal dari luar dengan usaha secara gotong royong.
2. Melakukan Pengorganisasian
Mengorganisir
diri punya manfaat dalam jangka pendek, mengorganisir diri adalah suatu
alat effektif untuk membuat sesuatu terlaksana;
memperbaiki pelayanan pada masyarakat, termasuk pelayanan dalam bidang ekonomi (modal-teknologi),
menurunkan beban pajak, memastikan
jaminan lapangan kerja, perubahan kebijakan di
tingkat masyarakat atau di luar, memperbaiki pelayanan angkutan umum dan kesehatan, melindungi lingkungan hidup dan
alam sekitarnya, serta sebagainya. Intinya, banyak diantara masalah keseharian yang kita hadapi saat ini
dapat dipecahkan dan dirubah dengan cara mengorganisir diri. ?????
Mengorgansir
diri juga punya manfaat jangka panjang yang mungkin jauh lebih penting.
Melalui proses-proses pengorganisasian, masyarakat
bisa belajar sesuatu yang baru tentang diri sendiri. Masyarakat akan menemukan bahwa harga diri
dan martabat mereka selama ini selalu diabaikan dan diperdayakan. Dengan pengorganisasian
masyarakat, warga dapat menemukan bahwa kehormatan dan kedaulatan mereka selama ini justru tidak
dihargai karena ketiadaan kepercayaan diri di antara warga masyarakat sendiri.
Warga masyarakat dengan demikian akan mulai belajar bagaimana caranya mendayagunakan semua potensi, kemampuan dan
ketrampilan yang mereka miliki dalam proses-proses pengorganisasian; bagiamana bekerja bersama
dengan warga lain, menyatakan pendapat dan sikap mereka
secara terbuka, mempengaruhi kebijakan resmi, menghadapi lawan atau musuh
bersama.
Akhirnya, melalui pengorganisasian, masyarakat mulai
mengenal dan menemukan diri mereka sendiri. Warga masyarakat
akan bisa menemukan siapa mereka sebenarnya selama ini, berasal dari mana,
seperti apa latar belakang mereka,
sejarah mereka, cikal-bakal mereka, akar budaya mereka serta kepentingan bersama mereka. Warga masyarakat akan
menemukan kembali sesuatu yang
bermakna dalam lingkungan keluarga
mereka, kelompok suku atau bahasa
asal mereka yang memberi mereka kembali martabat dan kekuatan baru.
3.
Landasan
Pengorganisasian
Landasan
filosofis dari kebutuhan untuk membangun organisasi adalah membangun kepentigan secara bersama–sama pada seluruh masyarakat,
karena masyarakat sendiri yang seharusnya berdaya dan menjadi penentu dalam melakukan perubahan
sosial. Perubahan sosial yang dimaksud adalah perubahan yang mendasar dari kondisi ekonomi, sosial,
politik dan kebudayaan.
Dalam demensi ekonomi seringkali ‘dimimpikan’
terbentuknya kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh warga masyarakat.
Adapun dalam segi politik selalu diinginkan keleluasaan dan kebebasan bagi
masyarakat untuk berpartisipasi, berkompetisi serta diakui hak-hak sipil dan
politiknya. Sedangkan dalam sisi budaya, dirasakan ada keinginan untuk
mengekspresikan kearifan kebudayaan lokal. Landasan filosofis lainnya pengorganisasian
adalah untuk melakukan pemberdayaan. Karena pada dasarnya masyarakat sendiri yang
seharusnya berdaya dan menjadi penentu dalam melakukan
perubahan sosial.
4. Tujuan Pengorganisasian
Pengorganisasian dalam
sebuah organisasi masyarakat ditujukan untuk membangun dan mengembangkan organisasi. Pengorganisasian
mempunyai peranan yang luar biasa bagi organisasi secara internal dan eksternal.
a. Secara
internal tujuan pengorganisasian adalah mengatur dan mempercepat proses
pencapaian cita cita bersama.
b. Secara
eksternal tujuan pengorganisasian adalah membangun jaringan antar organisasi
masyarakat.
c. Selain
itu, tujuan pengorganisasian adalah mnyelesaikan konflik–konflik atau masalah masalah yang terjadi di tengah warga
masyarakat.
5.
Metode Pendekatan Pengorganisasian
a. Spesific content objective
approach – Seseorang atau badan/lembaga
yang telah merasakan adanya kepentingan nagi masyarakat dapat mengajukan suatu
program untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan.
b. General content objective
approach – Tujuan pendekatan ini adalah
untuk mengkoordinir berbagai usaha dalam wadah tertentu.
c. Proses objective approach – Penggunaannya agar timbul prakarsa dari masyarakat, timbul kerjasama
dari anggota masyarakat untuk akhirnya masyarakat sendiri mengembangkan
kemampuannya sesuai dengan kapasitas mereka dalam melakukan usaha mengatasi
masalah.
6. Lokasi
Pengorganisasian
Agar kegiatan pengirganisasian massa bisa optimal, sebelum melaksanakan
organisasi massa, penguasaan lokasi target (objek) merupakan hal yang crusial untuk
dipahami. lokasi yang
ideal
untuk untuk memulai suatu pengorganisasian massa adalah dengan cara hadir langsung diantara warga, atau kelompok social yang ada di
sekitar. Pertama, hadir langsung dalam masalah yang memang oleh mereka diprihatinkan
bersama. kedua, hadir dalam sesuatu yang oleh warga menginginkan
terjadi perubahan atasnya.
Ketiga, Mulailah
dengan bekerja dan berinterkasi
langsung dengan mereka bersama warga.
7. Membangun Jaringan
Untuk mencapai tujuan
bersama, sebuah pengorganisasian memerlukan keterlibatan banyak pihak dengan berbagai spesifikasi yang
berbeda dalam suatu koordinasi yang terpadu dan sistematis. Tidak ada
satupun organisasi yang mampu mencapi tujuannya tanpa bantuan dari pihak-pihak
lain yang juga mempunyai perhatian dan
kepentingan yang sama. Semakin banyak warga masyarakat /organisasi menyuarakan hal yang sama maka, semakin kuat
kepercayaan bagi timbulnya perubahan yang diinginkan. Hal ini secara sederhana disebut sebagai
kebutuhan untuk membangun jaringan. Secara
garis besarnya kerja-kerja jaringan dapat dipilah menjadi tiga bentuk:
a.
Mempelajari situasi social kemasyarakatan di masing-masing. sebagai
entitas politik, ekonomi bisa dipilah berdasarkan kategori; region,
profesi, atau
kekerabatan.
b.
Memperhatikan titik
masuk institusional (kelembagaan),
baik Non-Goverment Organization atau Goverment
Organization.
c.
Memperkuat
kerja-kerja basis. Rekrutment,
Perencanaan, dan Strategi.
HUBUNGAN
ADVOKASI DAN PENGORGANISASIAN MASSA
Tentu kita sering mendengar kata
advokasi dan pemberdayaan masyarakat, benar sekali keduanya ini selalu berjalan
seiring. Tanpa ada advokasi yang jelas maka pemberdayaan masyarakat tidak akan
tercapai begitu pula sebaliknya. Pemberdayaan secara harfiah ialah sebuah
proses, dimana proses ini merupakan kumpulan aktivitas masyarakat yang
terorganisasi, proses ini ditujukan untuk meningkatkan kekuasaan, kapasitas
serta kemampuan baik seacara personal, interpersonal maupun politik.
Pemberdayaan berguna jika diterapkan dalam pekerjaan sosial dengan keluarga
karena saling mendukung maka akan memperkuat pengembangan kapasitas anggota
keluarga dan membantu dalam menginterpretasikan pekerjaan sosial dalam struktur
masyarakat.
Refrencess
Kristeva, Nur S S. Materi Kaderisasi, 2016 jawa tengah
Mandela, Nelson R. long walk to freedom, 1995 Boston New York London
KBBI
Online di akses pada 26 11 2016
pius a
partanto, M dahlan al-barry, kamus ilmiah populer
Rika
Endah Nurhidayah, Pengorganisasian Dalam
Keperawatan, USU Digital Library 2003
Agus Afandi, Muhammad
Hadi Sucipto dkk, Modul Participatory Action Research (Sidoarjo: CV
Dwiputra Pustaka Jaya, 2013),
Koentjaraningrat. 1994.
Metode-Metode Penelitian Masyarakat.
Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Suharto, Edi. Dr. Ph.D. 2007. Pekerjaan Sosial di Dunia Industri. Bandung. Refika ADITAMA.
Suharto, Edi Dr. Ph.D. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung. ALFABETA.